Ads
Investigasi

Terdakwa Kasus Sangria Sebut Tidak Ada Kongkalikong dengan Notaris Ferry Gunawan

syailendraachmad51
×

Terdakwa Kasus Sangria Sebut Tidak Ada Kongkalikong dengan Notaris Ferry Gunawan

Sebarkan artikel ini
Img 20250308 Wa0013

 

Pada 27 Juli 2022, terjadi perjanjian pengelolaan antara terdakwa dengan Ellen Sulistyo, dan nama restoran di Jalan Dr. Sutomo 130 Surabaya, yang berdiri di aset Kodam V/Brawijaya, yang semula bernama The Pianoza, berganti nama menjadi Sangria by Pianoza.

 

Menurut terdakwa, pada saat restoran dikelola oleh Ellen Sulistyo, ranpa alasan yang jelas persetujuan perpanjangan untuk periode II selama 3 tahun yang dikeluarkan KPKNL pada tanggal 28 April 2023 “disembunyikan” oleh Kodam V/Brawijaya dan tidak diinfokan pada pihak dirinya  atau CV. Kraton Resto sebagaimana seharusnya.

 

“Hal itu terkuak pada keterangan saksi Mayor Agus Budi dari Kodam dan Murti selaku wakil KPKNL dalam persidangan, walaupun pihak Kodam mengakui telah menerima jaminan emas seberat 550 gr pada tanggal 11 Mei 2023. Kodam tetap menutup restoran tanpa 3 kali surat peringatan seperti yang diamanatkan dalam SPK/05/XI/2017,” ujarnya.

 

Adapun alasan penyegelan adalah karena terdakwa tidak membayar Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dan tidak menyerahkan aset bangunan kepada Kodam V/Brawijaya.

 

Terdakwa mengklaim bahwa ia sebenarnya telah menjaminkan emas senilai Rp 625 juta berupa emas lantakan kepada Kodam V/Brawijaya sebagai itikad baik dan juga bersedia menyerahkan bangunan lebih awal, asalkan ada jaminan bahwa dirinya berhak mengelola bangunan hingga tahun 2047 sesuai dengan MOU/05/IX/2017.

 

Terdakwa juga menyatakan bahwa pada saat penandatanganan perjanjian pengelolaan dengan Ellen Sulistyo, ia tidak menerima uang sepeserpun dari Ellen Sulistyo, sedangkan Ellen Sulistyo telah menerima aset CV. Kraton Resto senilai Rp 10 miliar lebih.

 

Terkait transfer uang sebesar Rp 330 juta dari Ellen Sulistyo, terdakwa menjelaskan bahwa itu adalah jumlah minimal profit sharing sebesar Rp 60 juta per bulan sesuai dengan isi perjanjian pengelolaan yang ditandatangani di hadapan Notaris Ferry Gunawan. Menurutnya, jumlah tersebut sebenarnya kurang Rp 180 juta. jika dihitung berapa lama Ellen mengelola restoran.

 

“Itu adalah biaya operasional bunga bank atas investasi Rp 10 miliar lebih yang digunakan untuk membangun gedung tersebut, sedangkan bagi hasil 50:50 sampai hari ini tidak pernah di berikan oleh Ellen Sulistyo,” ujarnya.

 

Terdakwa juga menyampaikan kepada awak media bahwa omset restoran diperkirakan mencapai Rp 3 miliar, namun tidak pernah disetorkan kepadanya, melainkan masuk ke rekening pribadi pengelola, Ellen Sulistyo.

 

Mengenai pembayaran PNBP, terdakwa berpendapat bahwa itu seharusnya menjadi tanggung jawab Ellen Sulistyo sebagai pengelola restoran, sesuai dengan isi perjanjian pengelolaan, karena itu adalah biaya operasional yang diambilkan dari penghasilan pengelolaan resto (bukan uang Ellen).

 

“Omset diperkirakan Rp 3 miliar masuk ke rekening Ellen, namun tidak mau bayar PNBP sesuai isi perjanjian, bangunan yang saya bangun harus dihibahkan ke Kodam. Sekarang saya jadi terdakwa dan ditahan atas laporan Ellen, apa ini bukan namanya kriminalisasi?” ujar terdakwa.

 

“Pasal 378 KUHP seperti pada dakwaan jaksa, sesuai keterangan ahli Pidana Sapta, tidak bisa serta merta didakwakan, namun harus memenuhi beberapa unsur antara lain, adanya niat dari awal atau Mensrea untuk menipu, kedua terkait kerugian yang harus dibuktikan terlebih dahulu dan ketiga ada atau tidaknya unsur tahu sama tahu,” jelas Effendi.

 

“Dari fakta yang terkuak di pengadilan, dimana saya tidak pernah menerima sepeserpun uang setelah penandatanganan perjanjian dan fakta bahwa dakwaan jaksa tidak di kuatkan dengan laporan audit keuangan independent untuk membuktikan kerugian Ellen Sulistyo,” terangnya.

 

“Lagi pula, Ellen Sulistyo yang mengelola, Ellen Sulistyo yang memegang uangnya, tanpa pernah memberikan laporan, bagaimana logikanya saya yang dituduh ‘menipu’ kalau dia rugi?,” ujarnya.

 

“Saya juga terbukti menjaminkan emas pada Kodam untuk pembayaran PNBP, ditambah fakta kesaksian Notaris bahwa yang selama ini aktif mengajukan renvoi dan permintaan addendum berkali-kali, 2 sampai 3 kali adalah pelapor, namun tidak sekalipun mempermasalahkan MOU/05/IX/2017 maupun SPK/05/XI/2017, menunjukan bahwa pelapor sudah mengetahui konsekwensi dari dua perjanjian saya dengan Kodam tersebut,” terangnya.

 

“Apalagi ada 9 pasal dari 14 pasal dalam perjanjian No 12 yang secara spesifik membahas hal itu.

Seharusnya dakwaan JPU terkait pasal 378 sudah gugur,” jelasnya.

 

Sesuai fakta persidangan, Effendi Pudjihartono merasa bahwa dirinya telah menjadi korban kriminalisasi dan mengalami kerugian besar akibat sengketa pengelolaan restoran Sangria by Pianoza ini.(red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *