Ads
Peristiwa

Warinussy Kembali Mempertanyakan Komitmen Negara Atas Berakhirnya Presiden’ RI, Terkait Kasus HAM Berat Wasior Dan Wamena.

mmcnews00
×

Warinussy Kembali Mempertanyakan Komitmen Negara Atas Berakhirnya Presiden’ RI, Terkait Kasus HAM Berat Wasior Dan Wamena.

Sebarkan artikel ini
Img 20241001 Wa0012

Papua- Transisinews.com. Sebagai Direktur Eksekutif Lembaga Penelitian, Pengkajian dan Pengembangan Bantuan Hukum (LP3BH) Manokwari, Yan Warinussy kembali mempertanyakan komitmen negara jelang berakhirnya kepemimpinan Presiden Republik Indonesia Ir.H.Joko Widodo tentang penyelesaian kasus dugaan Pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) Berat Wasior tahun 2001, Serta kasus dugaan pelanggaran HAM Berat Wamena tahun 2003 Sebagai peraih Penghargaan Internasional di bidang HAM John Humphrey Freedom Award Tahun 2005 di Canada,

Warinussy tidak melihat sama sekali adanya keseriusan negara dalam menyelesaikan dugaan pelanggaran HAM Berat pada Kasus Wasior tahun 2001 maupun kasus Wamena tahun 2003 tersebut. Sebab, pada tahun 2003 Komnas HAM telah melakukan penyelidikan pro Justitia (untuk/demi hukum atau undang-undang) okeh Tim ad hoc penyelidikan pelanggaran HAM Berat dalam Peristiwa Wasior tahun 2001-2002.

“Bahkan langkah penyelidikan Komnas HAM telah ditandai dengan adanya Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyelidikan Peristiwa Wasior dan Wamena dari Komnas HAM, yaitu dengan surat nomor : 251/TUA/XII/2003, tanggal 22 Desember 2003. Tim Ad hoc Komnas HAM RI mulai bekerja dari tanggal 17 Desember 2003 sampai tanggal 31 Juli 2003. Khusus untuk kasus Wasior, tim Komnas HAM RI telah mendengar saksi sebanyak 110 orang. Mereka terdiri dari 50 orang saksi korban, 33 orang saksi anggota Polri, dan 2 orang saksi anggota TNI.

Sedangkan untuk Kasus Wamena tahun 2003, Tim Komnas HAM telah mendengar keterangan saksi sebanyak 110 orang, yang terdiri dari 93 orang saksi korban, 12 orang saksi anggota TNI dan 5 orang saksi anggota Polri. Selanjutnya dalam peristiwa Wamena, terdapat bukti permulaan yang cukup untuk menduga terjadinya pelanggaran HAM yang Berat, yaitu dalam bentuk pembunuhan terhadap 9 (sembilan) warga sipil, pengusiran penduduk (sebanyak 42 orang meninggal dunia karena kelelahan dan kekurangan makanan), perampasan kemerdekaan atau perampasan kebebasan fisik lainnya secara sewenang- wenang terhadap 15 orang,”Kata Warinussy

Lanjut Warinussy,” penyiksaan (sebanyak 30 orang mengalami penyiksaan). Selain itu, Komnas HAM RI juga menemukan adanya pemaksaan penandatanganan surat pernyataan dan pengrusakan berbagai fasilitas umum, seperti gereja, poliklinik dan gedung sekolah yang juga mengakibatkan adanya pengusiran secara paksa. Sementara itu, dalam kasus Wasior, juga terdapat bukti permulaan yang cukup untuk menduga terjadinya pelanggaran HAM berat dalam peristiwa Wasior dengan bentuk-bentuk tindakan pembunuhan, perampasan kemerdekaan, penyiksaan, perkosaan, dan penghilangan secara paksa terhadap penduduk sipil. Karena berlangsung secara meluas,

maka bentuk-bentuk tindakan tersebut dapat dikategorikan ke dalam kejahatan terhadap kemanusiaan (crime againts humanity). Bentuk perbuatan (type of act) dan pola (pattern) kejahatan terhadap kemanusiaan yang terjadi dalam peristiwa Wasior antara lain : pembunuhan terhadap 4 (empat) orang penduduk sipil, yaitu : Daud Yomaki, Felix Urbon, Henok Marani, dan Guntur Samberi. Penyiksaan dalam skala besar dan luas terhadap penduduk sipil yang dicurigai sebagai pelaku pembunuhan, baik laki- laki maupun perempuan sebanyak 39 (tiga puluh sembilan) orang penduduk sipil telah menjadi korban penyiksaan tersebut,

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *