Namun demikian hingga akhir tahun 2017 menurut keterangan Terdakwa D.A.Winarta kesepakatan tersebut tidak berjalan dan tidak terjadi pembagian keuntungan sesuai isi perjanjian tersebut, karena saksi Bonepay tidak memperoleh pekerjaan. Pekerjaan Pembangunan Kantor Dinas Perumahan Rakyat Provinsi Papua Barat Tahun Anggaran 2017 justru diperoleh Terdakwa Bambang Pramujito melalui LPSE. Sehingga kemudian Terdakwa Bambang Pramujito meminjam perusahan milik almarhum Leo Primer Saragih yaitu PT.Trimese Perkasa guna mengikuti lelang.
Namun di dalam pelelangan ada syarat untuk adanya perusahaan milik Orang Asli Papua (OAP), maka Terdakwa Bambang Pramujito meminjam lagi perusahaan milik saksi Marinus Bonepay yaitu CV.Maskam Jaya untuk mendampingi PT Trimese Perkasa dalam pelelangan. Singkat cerita, PT Trimese Perkasa menjadi pemenang lelang dan kemudian ditetapkan sebagai pelaksana pekerjaan pembangunan Gedung Kantor Dinas Perumahan Rakyat Provinsi Papua Barat Tahap III Tahun Anggaran 2017 tersebut. Jelas Warinussy
“Di dalam Surat tuntutannya juga Jaksa Penuntut Umum (JPU) sama sekali tidak mencantumkan kedua akta notaris mengenai Perjanjian Kerjasama antara Terdakwa D.A.Winarta dengan Saksi Marinus Bonepay maupun akta notaris pinjam pakai perusahaan PT Trimese Perkasa sebagai bukti. Akan tetapi JPU mencantumkan 15 bukti yang justru memiliki “kontradiksi” Pungkasnya
dengan kontrak pekerjaan dan realisasi pekerjaan yang sudah diselesaikan oleh klien kami Terdakwa Bambang Pramujito bersama para tukangnya dan pekerjaan sudah diserahterima kan kepada pihak Dinas Perumahan Rakyat Provinsi Papua Barat saat itu. Kami tim Penasihat Hukum Terdakwa D.A.Winarta dan Terdakwa Bambang Pramujito akan menyampaikan nota pembelaan (pledoi) pada hari Senin (5/5) pada sidang lanjutan perkara pidana nomor : 33/Pid.Sus-TPK/2024/PN.Mnk dan nomor : 34/Pid.Sus-TPK/2024/PN.Mnk tersebut. Tutup Warinussy