Lebih lanjut Murti menegaskan bahwa persetujuan dari KPKNL sudah dikeluarkan, tinggal dilakukan penyetoran PNBP pada kas Negara, sedangkan kesalahan penulisan luas bangunan adalah administratif yang bisa diperbaiki dalam SIMAK.
Terkait persetujuan tanggal 28 April 2023 tersebut, menurut Murti, KPKNL telah melayangkan surat pengawasan tertanggal 12 Juli 2023, untuk menanyakan tindak lanjut persetujuan itu pada Kodam, namun tidak direspon.
Diakhir sidang terdakwa Effendi Pudjihartono mengatakan demi Keadilan Berdasarkan KeTuhanan Yang Maha Esa, dirinya mohon penahannya ditangguhan oleh Majelis Hakim.
Ada dua alasan utama mengapa terdakwa minta ditanguhkan penahannya, yaitu dirinya sedang sakit karena pada saat di tahan Polrestabes Surabaya dirinya baru operasi batu ginjal, sehingga saat kencing mengeluarkan darah. Dan saat ini ditahan di Rutan Medaeng, terdakwa juga masih sering mengalami kencing darah.
Untuk membuktikan bahwa dirinya tidak bersalah, dengan ditahan akan kesulitan mengumpulkan bukti-bukti atas peristiwa ini untuk diserahkan kepada penasehat hukumnya.
Atas permohonan itu, Majelis hakim akan memikirkan hal itu sambil berjalannya persidangan.
Ada hal menarik dalam kasus ini, yang terkuak dalam persidangan dengan dihadirkan kedua saksi ini
Terkuak bahwa perjanjian yang dilakukan terdakwa dengan Ellen Sulistyo sebelum adanya penyegelan dari pihak Kodam V/Brawijaya, dan saat itu pihak terdakwa telah mengajukan perpanjangan periodesasi kedua, namun tidak tercapai kesepakatan sehingga bangunan disegel oleh pihak Kodam.
Dan dari informasi pihak terdakwa, emas yang dijaminkan senilai kisaran Rp 625 juta hingga saat ini belum dikembalikan, sehingga jadi pertanyaan, siapa yang kini kuasai emas tersebut?.
Perlu diketahui, kasus ini bermula adanya perjanjian pengelolaan restoran bernama Sangria by Pianoza (pada saat berdiri bernama Pianoza), antara Effendi Pudjihartono dengan Ellen Sulistyo yang terkenal sebagai Ratu Kuliner yang mengelola beberapa restoran di Surabaya.
Pada saat perjanjian pengelolaan pada 27 Juli 2022, restoran tersebut masih beroperasional, bukan restoran nonoperasional.
Perjanjian tersebut dibuat dihadapan notaris Ferry Gunawan, dengan salah satu poin pembagian profit minimal Rp 60 juta perbulan diberikan ke Effendi, karena investasi atas pembangunan gedung mencapai Rp 10 miliar lebih.
Namun, terkuak dalam masa pengelolaan, omset restoran tidak masuk ke rekening CV Kraton Resto, namun masuk di rekening Bank Mandiri milik Ellen Sulistyo pribadi.
Menurut pihak Effendi, omset selama Ellen Sulistyo mengelola restoran Sangria by Pianoza kurang lebih sebesar Rp 3 miliar,
Semua hal itu terkuak dalam gugatan perdata wanprestasi tahun kemarin yang digelar di PN Surabaya dengan penggugat Direktur CV Kraton, Tergugat I adalah Ellen Sulistyo, Tergugat II adalah Effendi Pudjihartono, Turut Tergugat I dan II, masing masing adalah KPKNL Surabaya dan Kodam V/Brawijaya.
Dimasa jalannya persidangan gugatan wanprestasi, pihak Ellen Sulistyo melaporkan Effendi ke Polrestabes Surabaya atas dugaan pemberikan keterangan palsu dalam akte otentik sesuai pasal 266 ayat (1) KUHP, atau penipuan sesuai pasal 378 KUHP, sehingga Ellen Sulistyo dirugikan atas kerjasama itu sebesar Rp 998.244.418,11-.
Uang itu terdiri dari uang ditransfer kepada terdakwa Rp 330.000.000,- biaya renovasi Rp 353.373.000,- dan biaya pembukaan Sangria by Pianoza Rp 314.870.518.
Dalam kasus ini, terdakwa beberapa waktu mengatakan bahwa dirinya tidak bersalah dan telah dikriminalisasi, hal itu terlihat dari proses dirinya ditahan dan dijadikan terdakwa.
Proses singkatnya dari penuturan terdakwa bahwa omset pengelolaan restoran dipegang Ellen Sulistyo sekira Rp 3 miliar, pembayaran PNPB adalah kewajiban pengelola (Ellen Sulistyo) yang diambil dari hasil usaha, namun ini tidak dibayarkan, sehingga terdakwa menjaminkan emas ke Kodam, namun bangunan itu tetap di segel oleh Kodam.
Dan ketika persidangan wanprestasi masih berjalan (belum incracht), terdakwa dilaporkan, ditahan di Polrestabes Surabaya hingga menjadi terdakwa dan ditahan di Rutan Kelas 1A Surabaya (Rutan Medaeng) dan masih menjalani persidangan hingga saat ini atas laporan Ellen Sulistyo.
“Mulai membangun restoran dan pembelian peralatan restoran menghabiskan uang Rp 10 miliar lebih, minta diserahkan ke Kodam, hingga omset restoran dipegang dia (red: Ellen Sulistyo), malah saya dilaporkan Ellen dan ditahan. Apa namanya ini jika bukan dikriminalisasi,” ujar Effendi, Rabu (12/2).
Lebih lanjut Effendi menyampaikan, dari perjanjian pengelolaan (perdata), dijadikan Pidana penipuan 378. Itu harus ada “Mensrea” atau itikad buruk.
“Saya tidak menerima sepeserpun uang dari Ellen Sulistyo ketika menanda tangani perjanjian no 12 tanggal 27 Juli 2022. Sedangkan Ellen Sulistyo sudah menerima asset saya sebesar Rp 10.6 miliar, sejak 27 Juli 2022. Jadi siapa yang sebenarnya dirugikan disini ?,” ujar Effendi. (red)

 
							











