BOJONEGORO||TRANSISI NEWS– Bupati Bojonegoro Terpilih, Setyo Wahono menghadapi salah satu tantangan utama yang membayangi kepemimpinannya kedepan, Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SILPA) yang tinggi di Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bojonegoro.
SILPA yang merupakan sisa dana anggaran tahun berjalan, kerap menjadi indikator kurang optimalnya perencanaan dan eksekusi anggaran di pemerintah daerah.
Pada laporan terakhir per 30 November tahun 2024, SILPA Pemkab Bojonegoro tercatat mencapai angka yang signifikan yakni 3 Triliun lebih, menimbulkan pertanyaan besar terkait efektivitas penggunaan dana publik.
SILPA yang tinggi sekaligus mengkonfirmasi bahwa program-program belum terlaksana dengan maksimal, anggaran tidak terserap sesuai jadwal. Hal ini disebabkan karena kendala yang bersifat administratif, perencanaan yang kurang matang, maupun eksekusi yang tertunda.
Bupati Bojonegoro terpilih Setyo Wahono menyatakan komitmennya untuk menangani persoalan SILPA. Langkah-langkah strategis perlu diimplementasikan untuk mengatasi permasalahan ini.
“SILPA, terjadi hampir setiap tahun di Bojonegoro. Sehingga masalah ini menjadi prioritas kami untuk menyelesaikannya di tahun pertama,” ungkapnya dalam keterangan resmi, Senin (9/12/2024).
Dirinya menekankan perlunya mempercepat proses perencanaan dan eksekusi anggaran, sekaligus menguatkan transparansi dan akuntabilitas dalam penggunaan anggaran. Dengan pendekatan yang sistematis dan humanis, diharapkan masalah ini dapat diatasi sehingga masyarakat mendapatkan manfaat yang maksimal dari setiap alokasi anggaran.
Dengan memprioritaskan apa yang benar-benar dibutuhkan rakyat, Wahono bertekad untuk memastikan tidak ada potensi dana yang terbuang percuma.
“Kedepan, kami bertekad memastikan setiap rupiah anggaran digunakan seoptimal mungkin untuk kepentingan masyarakat. SILPA bukan hanya angka, tetapi mencerminkan pekerjaan rumah yang harus segera dituntaskan,” ujarnya.
Akar Masalah SILPA
Para pakar ekonomi daerah menilai beberapa faktor utama yang memengaruhi tingginya SILPA di Bojonegoro, antara lain:
1. Perencanaan yang Kurang Matang.
Proses penganggaran yang tidak mempertimbangkan analisis kebutuhan riil masyarakat kerap berujung pada ketidakcocokan antara program dan pelaksanaannya.
2. Birokrasi yang Kompleks. Prosedur administratif yang berbelit sering kali menghambat pencairan dana dan pelaksanaan program.
3. Kapasitas SDM yang Terbatas. Rendahnya kapasitas sumber daya manusia dalam manajemen anggaran dapat memperlambat pelaksanaan program yang telah direncanakan.
Solusi di Era Kepemimpinan Baru