Oleh : Sasmito Anggoro, S.H.
TRANSISINEWS–“Jika saya sudah pulang ke Rahmatullah supaya saudara-saudara SETIA-HATI tetap bersatu hati, tetap rukun lahir bathin.” Inilah Kalimat yang pernah terucap dari Seorang pendekar besar dan pendiri organisasi pencak silat Setia Hati atau sebelumnya disebut STK (Sedulur Tinggal Kecer) yaitu Ki Ngabehi Eyang Suro Dwiryo, seperti yang sering disampaikan oleh para penerus Ajaran SETIA HATI kepada para pemuda penerus ajaran SETIA HATI.
Masdan, Merupakan nama kecil atau saat muda dari Ki Ngabehi Eyang Suro Dwiryo yang mampu mengumpulkan pemuda mulai dari tahun 1903 saat beliau mendirikan Perkumpulan dengan nama STK (Sedulur Tinggal Kecer) di Surabya yang kemudian berubah nama menjadi Persaudaraan Setia Hati.
Dimana pada masa itu Ki Ngabehi Suro Dwiryo banyak mengumpulkan pemuda untuk bersatu dan belajar ilmu agama dan juga ilmu bela diri pencak silat, guna mendidik generasi bangsa agar bermental menjadi generasi penerus bangsa yang baik, dari ajaran ajaran dan persaudaraan yang beliau dirikan inilah bermunculan tokoh tokoh pemuda yang juga menjadi pejuang pergerakan dan tokoh pergerakan yang mampu mengumpulkan para pemuda untuk dididik menjadi pemuda yang berbudi pekerti luhur dan juga diajarkan pencak silat.
Ki Ngabehi Eyang Suru Dwiryo menurut para Sesepuh SH, sebelum beliau meninggal dunia sempat berpesan, bahwa “Saudara Setia Hati harus bersatu padu dan hidup guyub rukun”, berarti jelas bahwa persatuan bagi para pemuda dan masyarakat memang menjadi pondasi utama dalam menjalankan kehidupan berbangsa dan bernegara guna kebersamaan dalam kesejahteraan masyarakat.
Kebersamaan dalam Persaudaraan yang dibentuk oleh Ki Ngabehi Eyang Suro Dwiryo merupakan bentuk kekuatan pemuda saat itu untuk melawan penjajah Belanda dan untuk membangun generasi bangsa guna menjadi lebih baik dimasa depan.
Ajaran Budi pekerti luhur, ajaran kebaikan dan ajaran pencak silat sebagai bentuk olah raga menjadikan simpul kebersamaan untuk mempersatukan pemuda dan masyarakat saat itu dari rongrongan penjajah Belanda.
Tidak sedikit para pemuda mulai tahun 1903 dan seterusnya para pemuda belajar SH, hingga saat ini meskipun harus terbagi menjadi beberapa nama dan kepemimpinan, akan tetapi ajaran persaudaraan, kebersamaan tetap menjadi sumber utama dari perkumpulan perkumpulan warisan luhur Ki Ngabehi Eyang Suro Dwiryo ini.
Seiring perkembangan zaman, pro dan kontra perbedaan terjadi karena beda kepemimpinan, beda nama dan lambang, meskipun tetap menggunakan Nama SETIA HATI, bahkan sikap dari oknum dibawah ada yang tidak mencerminkan ajaran beliau Eyang Suro Dwiryo seperti saling terjadi gesekan karena perbedaan, bahkan hingga merugikan kelompok masyarakat lainnya, hal ini tentu menjadi persoalan dan pekerjaan rumah bagi para pemimpin trah SH yang didirikan oleh Ki Ngabehi Eyang Suro Dwiryo.













