TUBAN||TRANSISINEWS – Polemik penanganan kasus pencurian dengan pemberatan (Curat) yang menimpa anak berinisial F di Tuban semakin memanas. Selain dugaan tekanan psikologis dari keluarga pelaku, pendamping korban kini menyoroti prosedur pemeriksaan yang dinilai melanggar prinsip perlindungan anak dan mengganggu kegiatan sekolah korban.
Anak F, warga Desa Klumpit, Soko, merupakan korban dalam Laporan Polisi Nomor : LP-B/314/X/RES.1.8/2025/SPKT/POLRES TUBAN/POLDA JATIM.
Panggilan Baru ini mengakibatkan proses sekolah terganggu, maka hal itu Aris Zainul Abidin (Ketum LSM Pasus), pendamping anak korban, bersuara dan mengungkapkan bahwa Anak F baru saja menerima surat panggilan untuk dimintai keterangan tambahan di Unit Pidum Polres Tuban pada hari Selasa, 18 November 2025, pukul 13.00 WIB.
“Anak F masih aktif bersekolah. Sesuai prinsip UU SPPA, pemanggilan seharusnya diupayakan pada hari libur atau di luar jam sekolah agar kegiatan pendidikan anak tidak terganggu. Jadwal ini jelas memberatkan psikis dan akademis anak,” ujarnya.
Penekanan Psikologis oleh Keluarga Pelaku Sebelumnya, Anak F telah mengalami tekanan psikis setelah dijemput paksa oleh pria berinisial T, ayah dari terduga pelaku B (warga Desa Klumpit), pada tanggal 4, 7, dan 8 November 2025 tanpa surat panggilan resmi.
Saudara T menjanjikan pengembalian HP dan pencabutan laporan. Namun, janji itu palsu, membuat Anak F kecewa berat dan merasa takut untuk menolak permintaan dari keluarga terduga pelaku.
Prosedur Pemeriksaan dan Peran Unit PPA Dipertanyakan Aris juga kembali menegaskan adanya keganjilan dalam prosedur penyidikan : Kesalahan Informasi Umur Dalam surat panggilan sebelumnya (15 Februari 2005), umur Anak F yang sesungguhnya 17 tahun 9 bulan ditulis 20 tahun lahir pada 15 februari 2008, menyebabkan korban diperiksa di ruang Unit Pidum bercampur dengan orang dewasa.













