Tak hanya itu, penggunaan medsos juga membuka pintu bagi partisipasi aktif pemilih dalam proses politik. Calon pemilih dapat berdiskusi, membagikan informasi, dan bahkan mempengaruhi opini publik melalui platform-platform media sosial.
*Dampak Positif dan Negatif Penggunaan Medsos Dalam Masa Kampanye*
Layaknya dua sisi mata uang, penggunaan medsos dalam kampanye juga menghadirkan dampak yang perlu diperhatikan. Secara positif, medsos memungkinkan kandidat untuk lebih terbuka dan transparan dalam menyampaikan visi dan misi mereka. Selain itu, medsos juga memfasilitasi partisipasi aktif pemilih dalam diskusi politik dan pemilihan informasi. Namun, dari sisi negatifnya, medsos rentan digunakan untuk menyebarkan informasi palsu atau hoaks yang dapat mempengaruhi persepsi publik secara negatif. Hal ini menuntut pemilih untuk lebih kritis dalam menilai setiap konten yang mereka konsumsi.
Selain facebook, media sosial yang cukup popular dalam pelaksanaan kampanye adalah Tik Tok. Menurut perusahaan riset aplikasi Business of Apps, TikTok menjadi aplikasi yang paling banyak diunduh di Indonesia pada 2023. Tercatat, platform video pendek yang berada di bawah naungan ByteDance ini telah diunduh sebanyak 67,4 juta kali di Indonesia sepanjang tahun lalu.
Indonesia menduduki peringkat kedua dengan jumlah pengguna TikTok terbanyak dunia yaitu mencapai 112,97 juta pengguna dengan kelompok usia 18-24 tahun. Tak heran jika para kandidat calon presiden dan wakil presiden mengeluarkan dana cukup besar untuk berkampanye di platform media sosial asal China ini.
Kendati dengan kebebasan berkampanye dalam platform digital, melalui kemitraan bersama KPU RI dan Bawaslu RI, TikTok turut membantu memastikan anggota komunitas memiliki akses terhadap informasi kepemiluan yang kredibel dan otoritatif untuk melawan misinformasi menjelang Pemilu2024. Selain itu, TikTok juga menyediakan sebuah kanal khusus bagi Bawaslu RI untuk melaporkan konten yang mengandung misinformasi seputar Pemilu.
Selanjutnya dalam mengantisipasi adanya hoaks yang cukup mudah beredar di kalangan masyarakat sebagai calon pemilih, TikTok berkomitmen menampilkan data yang sesuai dengan menjalin kerja sama dengan mitra keamanan lokal, termasuk Masyarakat Anti-Fitnah Indonesia (MAFINDO) dan Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) untuk tidak hanya membantu memberikan informasi yang kredibel pada Pusat Panduan Pemilu di dalam aplikasi TikTok dan menandai misinformasi di platform, tetapi juga mengedukasi masyarakat melalui konten unggahan mereka di TikTok sebagai bagian dari upaya prebunking.
*Sikap Masyarakat terhadap Konten Kampanye di Medsos*
Dengan banyaknya konten kampanye di medsos, sikap masyarakat sangatlah krusial. Masyarakat diharapkan untuk tidak hanya menjadi konsumen pasif, tetapi juga aktif dalam memilah dan menilai informasi yang mereka terima. Kritis terhadap validitas informasi, serta menjaga sikap yang santun dan tidak terprovokasi dalam berdiskusi politik di ruang publik online. Hal ini dapat dilihat dari agresifitas masyarakat terhadap masing-masing akun capres dan cawapres yang terlihat memiliki ribuan bahkan jutaan followers dalam setiapakun media sosialnya.
Fanatisme pendukung juga terlihat dari bagaimana masyarakat merespon segala konten mengenai capres dan cawapres idolanya. Berdasarkan analisis Drone Emprit, pasangan calon (paslon) nomor urut 2, Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka sejauh ini meraih interaksi tertinggi di TikTok, yakni sebanyak 376 juta interaksi sepanjang 16-22 Januari 2024.
Namun sayangnya, kampanye digital melalui media sosial juga menimbulkan kekhawatiran yang mana alih-alih digunakan dalam rangka meningkatkan partisipasi politik gen-Z dan milenial, ludo-politics konten TikTok justru menghasilkan gejala psikologis dan digital culture yang disebut FOMO (Fearing Of Missing Out) yaitu perilaku yang takut atau tak mau ketinggalan dengan sesuatu yang sedang viral di media sosial. Artinya, pesan politik yang dangkal, keliru bahkan menyesatkan apabila dikemas dengan prinsip ludo-politics maka akan tersebar luas dan dikonsumsi banyak orang.
Dengan demikian, penggunaan medsos dalam kampanye Pilkada 2024 di Jawa Timur memberikan tantangan dan peluang yang besar bagi para kandidat. Memanfaatkan platform ini dengan bijak akan menjadi kunci keberhasilan dalam meraih dukungan publik. Di sisi lain, masyarakat juga dituntut untuk lebih cerdas dalam mengonsumsi informasi politik dan menjaga suasana diskusi yang sehat di ruangpublik online. Dengan mengoptimalkan penggunaan medsos secara positif dan menjaga kritisisme yang sehat, diharapkan Pilkada 2024 dapat berlangsung dengan penuh integritas dan menghasilkan pemimpin yang mampu memenuhi harapan masyarakat Jawa Timur.
_Penulis merupakan Koordinator Jaringan Pemilih Pemula Untuk Demokrasi (JPPD)_