Selain itu, pihaknya juga berencana melakukan kunjungan langsung ke lapangan untuk meninjau kondisi pelaksanaan pekerjaan dan memastikan kesesuaiannya dengan perizinan yang telah diterbitkan.

Wakil Ketua Komisi B DPRD Bojonegoro, Lasuri, mengungkapkan adanya perbedaan peruntukan lahan berdasarkan sertifikat yang diterbitkan Badan Pertanahan Nasional (BPN). Dalam sertifikat, lahan tersebut dikategorikan sebagai kawasan pertanian, namun digunakan untuk aktivitas lain oleh CV Lillahi Samawati Wal Ardhi.
“Ini menimbulkan pertanyaan tentang kepatuhan terhadap izin dan regulasi yang berlaku. Meski lahannya berstatus pertanian, kenyataannya digunakan untuk kegiatan tambang,” kata Lasuri.
Lasuri juga menyoroti lemahnya koordinasi antara perusahaan dengan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) terkait. Menurutnya, pemberitahuan kepada OPD penting untuk memastikan semua pihak memahami dan mengawasi aktivitas di lapangan.
Masalah ini turut mengungkap celah dalam pengawasan dan komunikasi, terutama terkait implementasi dokumen perencanaan tata ruang seperti Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang belum sejalan dengan praktik di lapangan.
Komisi B DPRD Bojonegoro menilai perlu adanya evaluasi menyeluruh terhadap kegiatan CV Lillahi Samawati Wal Ardhi guna memastikan kesesuaiannya dengan izin yang dimiliki. Langkah ini penting untuk menjaga kredibilitas proses perizinan serta memberikan kepastian hukum bagi masyarakat dan pelaku usaha.
“Pengawasan yang lebih ketat diperlukan agar kegiatan di lapangan sesuai dengan izin yang diberikan. Ini juga penting untuk menjaga kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah,” tegas Lasuri.
DPRD Bojonegoro mendorong pemerintah daerah melalui OPD terkait untuk meningkatkan transparansi dalam proses perizinan dan pemanfaatan lahan. Langkah ini diharapkan dapat menghindari kesalahpahaman dan menciptakan tata kelola pemerintahan yang lebih baik dan berkelanjutan.(Sy/red)













